Film adalah media yang ampuh yang tak hanya berperan sebagai hiburan
semata, tetapi lebih dari itu film bahkan bisa menjadi alat propaganda politik
pada masa Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur atau sebagai alat
penyebaran budaya dan pengaruh dari negara adikuasa seperti sekarang ini. Jika
diproduksi oleh pihak-pihak yang mempunyai kepedulian, film dapat juga menjadi alat edukasi dan penyebar energi-energi
positif bagi masyarakat luas.
Sudah sejak lama saya suka menonton film dari berbagai genre tapi untuk genre
film dokumenter, jumlahnya bisa dihitung dengan jari dari satu tangan.
Nonton Bareng di MKAA |
Linimassa
2
adalah sebuah film dokumenter yang diproduksi secara crowd funding atau
patungan yang disutradarai Dandy Laksono. Sebuah istilah yang
baru saja saya ketahui. Ternyata biaya produksi film ini berasal dari hasil
patungan berbagai kalangan baik itu perseorangan maupun institusi dan uang yang
terkumpul adalah senilai
Rp 167.884.707.
Bukan hanya masalah patungan itu saja yang menjadi keunikan film ini, tapi juga
pemutaran serentak film Linimassa 2 di 50 titik di seluruh Indonesia! Kedua
hal tersebut membuat saya semakin penasaran dengan isi film ini. Kemudian saya menonton film ini di acara Nonton Bareng Linimassa 2
di Museum Konperensi Asia Afrika, Bandung.
Adegan-adegan
pertama film Linimassa 2 ini diisi dengan cuplikan-cuplikan siaran berita dari
berbagai media massa nasional yang memberitakan mengenai konflik Ambon 11
September lalu. Saya semakin penasaran apakah maksud dibalik itu. Pada akhirnya
saya tergugah dengan kenyataan yang cukup mengejutkan. Saya adalah orang yang
senang menonton berita di beberapa TV nasional dan dengan film ini saya
tersadar ternyata media mainstream
tersebut memberitakan sesuatu yang belum tentu benar terjadi di lapangan. Saya
pun suka dengan kata-kata dalam film itu “Musuh
terbesar media adalah dirinya sendiri, musuh yang mestinya diajak berdamai.
Berdamai dengan rating dan iklan”.
Di
era reformasi dan kebebasan berpendapat ini, kebanyakan media massa di Indonesia
masih kalah oleh musuhnya dan lebih mementingkan rating dan iklan. Pemberitaan
mengenai Ambon pun tak sesuai dengan kenyataan sebenarnya dan malah semakin
memperpanas keadaan. Untungnya ada orang-orang yang peduli dan melawan
menggunakan teknologi terkini, yakni sosial media. Almas contohnya, seorang
pemuda dari Ambon yang menggunakan Twitter untuk mengklarifikasi keadaan yang
sebenarnya terjadi di sana. Ada juga berbagai komunitas berbeda di Maluku yang
berkomitmen untuk menciptakan perdamaian. Film Linimassa 2 ini membuat saya
kagum dengan orang-orang seperti mereka dan bermimpi bahwa suatu saat nanti
media massa di Indonesia akan didominasi oleh peace journalism.
Masyarakat
mungkin sudah lelah dan bosan dengan pemberitaan-pemberitaan media yang selalu
menampilkan kericuhan, tawuran, kericuhan, lalu tawuran, lalu kericuhan lagi
yang terjadi di berbagai daerah di tanah air. Kita butuh informasi positif yang
akan membuat pikiran kita menjadi positif juga sehingga kita akan melakukan
hal-hal positif dalam kehidupan ini. Untungnya film Linimassa 2 ini menampilkan
segudang hal hebat yang digambarkan dengan perjalanan seorang jurnalis bernama
Manda. Ia berkeliling ke berbagai pelosok daerah untuk bertemu orang-orang
biasa yang melakukan hal-hal luar biasa dengan bantuan teknologi.
Setelah
dari Maluku, perjalanan Manda berlanjut ke Yogyakarta untuk mendatangi sebuah cyber village di sana. Hal ini mengungkapkan fakta bahwa RT/RWnet
Mandiri rintisan Onno W. Purbo sudah cukup berhasil sehingga di kampung itu 90% rumahnya
mempunyai akses internet. Bahkan di pos kamling kampung tersebut ada akses
internet! Hal itu yang membuat saya terkejut dan penonton pun tertawa. Warga di
sana juga terbantu dengan kehadiran internet, mulai dari anak-anak yang
menggunakan internet sebagai alat bantu belajar maupun sebagai hiburan, sampai
orang yang menggunakan internet untuk berniaga. Film ini mengajarkan satu poin
penting bagi orang tua yakni mereka harus menemani anak-anaknya saat mengakses
internet agar anak-anak tidak terpengaruh dampak buruk dari internet.
Penggunaan
internet yang sehat ternyata malah dapat menguntungkan kita, seperti yang
dicontohkan Lek Iwon yang menggunakan Facebook dan blog sebagai media promosi
jualan batiknya. Batik Lek Iwon pun terjual hingga ke mancanegara. Bukan hanya
komersil yang menjadi tujuannya, tapi juga keinginan untuk melestarikan batik
yang telah diakui UNESCO sebagai warisan dunia. Selain Lek Iwon, masih banyak
orang yang menjadikan teknologi sebagai sahabat, bahkan juga sebagai sarana untuk
melestarikan bumi. Di pedalaman Jawa Barat, lebih tepatnya di Tasikmalaya
terdapat sebuah radio komunitas bernama Ruyuk FM yang mempunyai misi mengajak
orang untuk melakukan penghijauan. Mereka juga mempunyai website dan
menggunakan perangkat lunak berbasis open
source, sebuah sistem operasi yang gratis dan aman dari virus.
Kita
yang tinggal di kota besar yang mayoritas mendapatkan akses internet dengan
mudah patut bersyukur. Saudara kita di pedalaman Tasikmalaya sana bahkan harus
mencari sinyal internet hingga ke tengah sawah. Di tengah keterbatasannya itu,
mereka tidak menggunakan internet untuk hal yang sia-sia, tapi untuk
menginformasikan kegiatan warga desa, program pemerintah, dan laporan desa.
Bahkan warga kampung sendiri yang menjadi kontributornya. Patut diacungi
jempol!
Srikandi-srikandi
Indonesia pun tak tinggal diam. Mereka melihat peluang dan menjadikan internet
dan sosial media sebagai alat perjuangan, perjuangan melawan stigma,
diskriminasi dan kekurangtahuan masyarakat. Perjalanan Manda Sang Jurnalis
berlanjut di Jakarta dan di sana ia bertemu dengan para srikandi hebat, mereka
adalah Ayu Oktariani dari komunitas ODHA Berhak Sehat, Angkie Yudistia dari
komunitas disabilitas dan komunitas Emak-emak Blogger,
Ayu
menjadikan Facebook dan Twitter sebagai sarana sosialisasi Orang Dengan
HIV/AIDS (ODHA) kepada masyarakat. Selama ini masih sangat banyak orang yang
tidak tahu apa itu HIV/AIDS dan bagaimana cara penularannya dan bahkan
masyarakat masih mendiskriminasi ODHA. Dengan adanya komunitas ODHA Berhak
Sehat di film Linimassa 2 ini setidaknya masyarakat yang menonton menjadi tahu
bahwa wanita maupun pria dengan HIV/AIDS masih bisa menikah dan mempunyai anak
seperti orang biasa lainnya. Selain itu ODHA pun sama dengan orang sehat
lainnya, yang membedakan hanyalah virus. Oleh karena itu sudah selayaknya
masyarakat tidak lagi mendiskriminasi ODHA.
Ada
juga srikandi hebat lainnya dari komunitas disabilitas yang diwakili oleh
Angkie Yudistia. DIa menyadari bahwa diskriminasi akan selalu ada dan sebagai
perempuan penyandang disabilitas dia mendapatkan diskriminasi yang berlipat
ganda tapi dia tidak ingin dikasihani. Lalu Angkie menggunakan sosial media
untuk melawan diskriminasi terhadap hak yang seharusnya penyandang disabilitas
dapatkan. Kita sebagai manusia yang diciptakan Tuhan tidak kurang suatu apapun
seharusnya bersyukur dan malu apalagi jika kita mendiskriminasi sahabat kita
penyandang disabilitas. Sahabat disabailitas hanya ingin diperlakukan dan
mendapatkan kesempatan yang sama seperti orang lain.
Film
Linimassa 2 ini juga membuat saya kembali tertegun ketika srikandi lainnya
hadir, seorang wanita paruh baya berusia 72 tahun bernama Yati Rachmat yang
tetap produktif dengan berbisnis online melalui blog. Beliau salah-satu anggota
dari Emak-emak Blogger. Pernyataannya yang mengatakan bahwa beliau takut cepat
pikun sehingga beliau terjun ke sosial media membuat saya berpikir apakah yang
akan saya lakukan jika saya diberi umur hingga 72 tahun. Apakah saya bisa tetap
produktif seperti beliau? Kita semua patut mencontoh beliau yang mempunyai
keinginan dan semangat yang kuat untuk belajar sesuatu yang baru dalam hal ini
internet dan sosial media dan tetap produktif. Orang awam yang belum tahu
banyak tentang internet yang melihat film ini mungkin bisa mengetahui bahwa
internet dapat menjadi peluang bisnis yang baik.
Perjalanan
Manda kembali berlanjut ke pulau Lombok. Di sana ia bertemu komunitas radio
Primadona FM yang diciptakan masyarakat Kampung Bajo dengan segala
keterbatasannya. Para pendengar radio itu dapat menyampaikan keluh kesahnya
mengenai pelayanan publik maupun keadaan sekitarnya. Film Linimassa 2 ini juga
membuktikan bahwa kondisi pendidikan di daerah terpencil masih sangat
memprihatinkan, terlihat dari kondisi PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) di
Pawang Tumpas Barat yang beratapkan terpal dan bertiang bambu dekat kandang
sapi! Meskipun begitu, beruntung kita masih memiliki orang-orang hebat yang
bekerja dengan ikhlas tanpa bayaran seperti ibu guru SIoni. Kemendikbud dan
para wakil rakyat yang duduk di gedung megah di ibukota sana seharusnya melihat
film ini agar mereka sadar dan malu itupun apabila mereka masih punya (rasa
malu).
Ibu
guru Sioni hanya bisa mengeluh ke Primadona FM itu, entah bagaimana kelanjutan
ceritanya di Lombok sana. Saya hanya berharap semoga PAUD-nya mendapatkan
bantuan yang semestinya. Lalu hadir sosok Pak Kitanep, seorang penjaga hutan
Taman Nasional Rinjani yang juga harus menjaga pasokan air bagi sebuah dusun di
sana. Untuk kerja kerasnya selama sebulan, Pak Kitanep hanya digaji total Rp.
315.000. Ketika pipa bocor dan warga menderita kekurangan air, Pak Kitanep juga
mengadu ke Primadona FM sehingga pemerintah turun tangan memberikan bantuan.
Berkat bantuan internet, foto-foto pipa bocor yang diambil Pak Kitanep diunggah
ke dunia maya oleh komunitas Primadona FM sehingga bantuan semakin mengalir.
Gaji yang kecil tak menghalangi Pak Kitanep untuk bekerja dengan baik dan
ikhlas, hal yang patut dijadikan contoh oleh kita semua khususnya Anggota Dewan
yang terhormat.
Banyak
pengetahuan yang kita dapatkan dengan menonton film Linimassa 2 ini. Kita jadi
tahu bahwa ada banyak orang biasa di berbagai daerah di Indonesia yang
melakukan hal-hal luar biasa berkat penggunaan bijak teknologi dan internet.
Meskipun hidup dengan segala kekurangannya tetapi mereka tetap bisa melakukan
hal yang berguna bagi banyak orang. Selain itu kita juga tahu data statistik
pengguna internet, sosial media, dan telepon selular di Indonesia yang luar
biasa banyaknya. Ditambah kita harus pandai-pandai menyerap informasi khususnya
yang dikeluarkan oleh media mainstream
dan kita jangan mudah terprovokasi. Film Linimassa 2 pun ditutup dengan
lantunan indah nan merdu lagu berjudul Maluku Tanah Pusaka yang dinyanyikan
oleh Glenn Fredly.
Linimassa2 yang dipersembahkan oleh ICT Watch merupakan sebuah film dokumenter yang sangat bagus, ceritanya begitu menarik
dan berbobot disertai beberapa gambaran alam Indonesia yang indah. Film ini
bagaikan gambaran linimasa bangsa Indonesia yang menampilkan cerita-cerita luar
biasa. Film ini seharusnya diputar juga di semua sekolah-sekolah setingkat SMP
dan SMA di seluruh Indonesia agar mereka tertular energi positif dari film ini.
Linimassa 2 juga menggugah kesadaran kita semua khususnya saya sebagai orang
yang tinggal di perkotaan dengan segala fasilitas yang ada. Ayo kita belajar
dari sosok-sosok hebat di film ini dan kita gunakan teknologi serta internet
sebaik-baiknya agar berguna bagi orang banyak demi kemajuan Indonesia tercinta!
http://youtube.com/internetsehat
http://youtube.com/internetsehat
Saya belum pernah nonton. Cuma punya DVD originalnya yang Linimassa 1 tok...
ReplyDeleteSaya malah belum nonton yang Linimassa 1 :D Rame ga?
ReplyDeleteOya untuk Linimassa 2, nonton aja di Youtube Internet Sehat :)
Assalamualaikum, Mas Ricky Mardiansyah, setelah sekian tahun berlalu, baru hari ini berkunjung ke blog Mas Ricky. Kenapa? Karena bunda sedang membuat sebuah tulisan untuk diikutkan dalam lomba menulis dalam ranggka ultah ke-4 Kumpulan Emak2 Blogger, sebuah komunitas yang meng-orbitkan bunda untuk berada di film dokumenter Linimassa#2 - Sebuah kebanggaan yang tak terbayar dengan nilai rupiah. Singkat saja, apakah boleh bunda kutip pernyataan/komentar Mas Ricky tentang bunda di postingan ini? Boleh, ya, ya, ya? #maksasibunda. Sementara menunggu approval dari Mas Ricky,buda akan memuat yang ini untuk melengkapi postingan bunda. (akan bunda sebutkan link url blog Mas Ricky koq. Terimakasih sebelumnya. Salam hangat dari blogger renta.
ReplyDeleteWaalaikum salam Bunda ! Wah...boleh banget kok Bunda ! Kalau tulisan bunda udah jadi, Ricky boleh baca? hehe
DeleteSemangat ya Bun! Dan semoga sukses. Makasih udah berkunjung ke blog Ricky :)
Mas Ricky, maaf balasan dari Mas Ricky ini baru bunda liat siang ini, hehe...sudah hampir 5 bulan, ya. Gapapa, Insya Allah bunda akan share tulisan Mas Ricky di postingan bunda terkini plus bunda ambil gambar dvd-nya. Terima kasih banyak.
ReplyDelete