Para
pendiri bangsa ini dengan pemikiran visionernya telah memikirkan
fondasi bangsa yang kuat agar tak retak dengan berbagai cobaan dan
benturan dari dalam maupun dari luar. Pancasila dan UUD 1945
diharapkan menjadi panduan yang tepat bagi kelangsungan negara besar
dan majemuk ini. Semboyan negara Bhinneka Tunggal Ika yang berarti
'berbeda-beda tetapi tetap satu' menjadi semboyan yang begitu agung
dan sebuah pengakuan serta kesadaran bahwa bangsa Indonesia memang
terdiri dari berbagai ras, suku, bangsa dan agama, oleh karena itu
generasi-generasi terdahulu mengharapkan agar generasi sekarang dan
mendatang tetap menjaga semua berpedaan itu dalam keharmonisan.
Inginkah bangsa Indonesia yang merupakan negara terbesar di Asia
Tenggara ini terpecah seperti negara Yugoslavia di masa lalu? Tentu
saja kita tidak ingin hal itu terjadi.
Jika
kita melihat keadaan sekarang dengan maraknya masalah yang terjadi
dalam salah satu poin perbedaan yang dimiliki bangsa ini, yaitu
agama, kita harus merasa sangat khawatir. Negara kita mengakui semua
agama seperti yang juga disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Marty
Natalegawa di Sidang
Universal Periodical Review PBB
Indonesia di Jenewa, Swiss. Beliau juga menyatakan bahwa UU no 1 PNPS
1965 adalah untuk melindungi 6 agama yaitu Islam, Kristen Protestan,
Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu, tetapi hingga kini benturan
antara mayoritas dan minoritas agama masih terus terjadi yang dapat
mengancam persatuan bangsa dan bahkan melanggar Hak Asasi Manusia.
Kasus
yang baru-baru ini menjadi perhatian publik bahkan dunia adalah kasus
GKI
Yasmin, sebuah gereja di Bogor. Kasus intoleransi ini berawal dari
penutupan gereja yang diperintahkan oleh pemerintah setempat meskipun
Mahkamah Agung meminta pemda untuk membukanya. Perbedaan perintah itu
menimbulkan gesekan antara jemaat gereja dan para pemrotes. Selain
itu, di Bekasi juga ada permasalahan perijinan pembangunan gereja
HKBP
Filadelfia yang mendapatkan tentangan dari masyarakat sekitar.
Hal-hal seperti itu harus diselesaikan pemerintah dengan tuntas dan
baik. Jangan dibiarkan berlarut-larut karena ada kemungkinan menjadi
konflik horizontal dalam masyarakat.
Memang
tidak mudah dan sikap hati-hati sangat diperlukan dalam menyelesaikan
konflik agama seperti itu. Para aktivis HAM, pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dan pihak-pihak yang berkonflik harus berpedoman
pada hukum dan aturan yang berlaku di Indonesia. Jika memang pihak
minoritas benar-benar menyalahi peraturan, hukum harus tetap
ditegakkan. Namun pihak mayoritas juga diharapkan tidak melakukan
tindakan kekerasan dalam menyampaikan aspirasinya dan jika memang
pihak minoritas melakukan prosedur yang tepat dan tidak melanggar
hukum, pihak mayoritas harus legowo menerimanya, misalnya dengan
mempersilahkan pembangunan rumah ibadah.
Kasus
lainnya yang berhubungan dengan agama adalah adanya kekerasan yang
dilakukan oleh organisasi tertentu yang mengatasnamakan agama.
Kelompok tersebut telah berkali-kali melakukan tindak kekerasan
kepada orang-orang yang mereka anggap “melakukan tindakan salah”.
Negara harus tegas menindak para pelanggar hukum dan pelanggar HAM
tersebut, meskipun pelanggar itu adalah suatu ormas yang mempunyai
pendukung banyak. Jika negara melalui aparatur negaranya yakni Polri
takut atau tidak bertindak tegas terhadap kelompok tersebut, akan
jadi seperti apa Indonesia nanti?
Agama
adalah isu yang sangat sensitif dan bagian dari Hak Asasi Manusia
karena manusia bebas memilih agama apa yang akan mereka anut dan
yakini. Setiap manusia pun berhak untuk beribadah apalagi negara ini
telah menjaminnya dalam undang-undang. Jangan sampai kekerasan
merajalela dan jangan sampai isu agama memecahbelah bangsa ini. Harus
diakui memang tidak mudah mengatasi permasalahan HAM dan agama di
Indonesia yang baru saja 14 tahun lepas dari belenggu otoriter. Harus
diakui pula bahwa pemerintah kita banyak melakukan kemajuan.
Berbagai
kelompok pembela HAM, ormas, kelompok agama, pemerintah dan
masyarakat luas sebaiknya saling bekerja sama untuk mengatasi
berbagai permasalahan HAM dan agama di Indonesia dengan tetap
mengutamakan toleransi, persatuan dan kesatuan bangsa. Bhinekka
Tunggal Ika adalah sebuah semboyan yang dengan gagahnya dicengkram
oleh burung garuda sebagai lambang negara. Semboyan ini merupakan
kebanggan kita sebagai suatu negara dengan keberagaman yang sangat
tinggi. Dalam sidang UPR di Swiss tersebut, negara-negara lain
contohnya Srilanka
mengakui Indonesia adalah negara yang multi-etnik, multi-agama,
multi-budaya, dan pasti tidak mudah menegakkan HAM.
Permasalahan
HAM begitu rumit sehingga negara yang dianggap merupakan penegak HAM
yakni Amerika Serikat sendiri juga tak lepas dari masalah pelanggaran
HAM dengan adanya laporan Amnesty
Internasional
yang mencatat bahwa ada penganiayaan di penjara-penjara AS yang ada
di Irak, Afganistan, Guantanamo, dan ditempat-tempat lain. Meskipun
demikian, dengan kerjasama berbagai pihak tadi, Indonesia pasti bisa
mengatasi permasalahan HAM dan agama yang ada sebagai ujian dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Apakah negara kepulauan terbesar
di dunia ini dapat tetap utuh dengan memegang semboyan Bhinneka
Tunggal Ika hingga 50 atau 100 tahun ke depan? Semuanya ada di tangan
kita, bangsa Indonesia sendiri.
References:
http://twitter.com/#!/hrw_id
http://www.hrw.org/asia/indonesia
http://www.indonesiancommunity.net/img/logo/Peta%20idn.png
http://media.vivanews.com/thumbs2/2010/03/02/85945_suasana_sidang_tahunan_dewan_ham_pbb_di_jenewa__swiss_641_452.jpg
http://farm3.static.flickr.com/2479/3701101870_c4dae1d914.jpg
Comments
Post a Comment