Kemajuan
teknologi dunia sekarang ini telah mengubah kehidupan manusia dan
gaya hidupnya serta menimbulkan pengaruh di berbagai aspek. Dengan
peningkatan penggunaan internet, peningkatan jumlah pemilik ponsel
cerdas, dan semakin canggihnya berbagai perangkat gagdet
menyebabkan penurunan jumlah orang yang menggunakan layanan pos.
Sekarang orang-orang merasa lebih mudah berkiriman pesan singkat
(SMS), chatting
atau saling berkomentar di berbagai media sosial dibandingkan dengan
berkomunikasi via surat atau saling berkirim kartu ucapan. Selain
sektor pos yang cukup terpukul karena sekarang semuanya serba
digital, kini terdapat juga wacana untuk pengadaan perpustakaan
digital. Apakah perpustakaan konvensional pun akan ikut terpukul?
Mari kita lihat bagaimana perkembangannya di negeri Paman Sam, negeri
yang menjadi kiblat kemajuan teknologi informasi.
Menurut
sebuah artikel di situs VOA (Voice of
America) Indonesia yang berjudul
“Perpustakaan Digital Tak akan
Gantikan Perpustakaan Konvensional”
tertanggal 3 April 2012, kampus-kampus di Amerika sudah memulai
melakukan digitalisasi koleksi buku-buku yang dimilikinya, seperti
yang dilakukan di Universitas California, Northridge. Lebih dari satu
juta buku dan seperempat juta jurnal berkala disimpan di kampus yang
terletak di pinggiran kota Los Angeles itu. Katalog-katalog itu
berbentuk digital dan para mahasiswa menggunakannya untuk menunjang
studi mereka. Dekan perpustakaan itu, Mark Stover, menyatakan bahwa
jurnal-jurnal akademik modern kebanyakan dalam bentuk digital dan 90
persen dari jurnal langganan perpustakaan sekarang juga datang dalam
format elektronik. Meskipun banyak jurnal yang berformat digital,
tetapi sebagian besar buku baru di perpustakaan itu berbentuk kertas.
Seseorang memperlihatkan notebook yang berisi eBooks (buku-buku digital) di sebuah perpustakaan umum di Amerika. (sumber: artikel VOA) |
Sebenarnya
banyak keuntungan yang akan kita dapatkan dengan digitalisasi
perpustakaan. Di dalam artikel, Steve Kutay, seorang pustakawan
digital, menyebutkan bahwa buku-buku yang sudah digitalkan akan
mempunyai cadangannya dan bisa disimpan di luar perpustakaan. Mereka
bisa terlindungi dengan baik. Mark Stover mengungkapkan kelebihan
dengan konversi dari bentuk konvensional ke bentuk digital akan
memberikan lebih banyak ruang di perpustakaan dan kesempatan untuk
mendesain ulang tata letak fisiknya. Banyak perpustakaan di Indonesia
yang koleksi bukunya kurang memadai dan bahkan banyak daerah yang
tidak terdapat perpustakaan, maka dengan adanya perpustakaan digital,
akan semakin banyak orang yang dapat mengakses buku dan mendapatkan
ilmu pengetahuan dengan lebih mudah. Jika mempunyai komputer dan
koneksi internet di rumah, kita bisa dengan mudah mencari dan
mengakses buku-buku yang diperlukan. Di kota-kota besar, kemacetan
dan kesibukan akan menjadi penghalang orang-orang untuk berkunjung ke
perpustakaan sehingga meskipun perpustakaan di kota besar cukup
memadai dan banyak tetapi tak jarang sepi pengunjung. Maka dengan
adanya perpustakaan digital, kapanpun dan dimanapun selagi terdapat
koneksi internet, kita dapat mengaksesnya.
Beinecke Rare Books Library in Yale, USA. |
Di
Indonesia, sebenarnya ITB sudah menerapkan perpustakaan digital sejak
tahun 2000. Perpustakaan tersebut berisi karya ilmiah dan tugas akhir
para mahasiswa SI, S2, hingga S3. Dalam setahun rata-rata terdapat
3.000 karya ilmiah produk dari mahasiswa yang wajib diserahkan dalam
format digital sebagai tugas akhir mereka untuk kemudian disumbangkan
ke perpustakaan digital ITB. UNPAD pun menerapkan hal yang sama untuk
tugas akhir para mahasiswanya.
Tahun
lalu tepatnya pada tanggal 8-10 November 2011 di Samarinda digelar
Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia (KPDI) Ke-4 yang bertujuan
untuk membangun kesadaran para pengelola perpustakaan akan pentingnya
mewujudkan interoperabilitas antaranggota jejaring agar Perpustakaan
Digital Nasional Indonesia segera dapat terwujud dan berfungsi
sebagaimana yang diharapkan. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia juga
cukup serius untuk menerapkan perpustakaan digital. Pusat Dokumentasi
Ilmiah Indonesia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII LIPI) pun
mendukung pengembangan perpustakaan digital Indonesia. Teknologi
perpustakaan digital juga bermanfaat membuka peluang bagi
perpustakaan untuk memanfaatkan bersama (sharing)
sumber informasi digital yang dimiliki, yaitu dengan menyediakan
akses bagi perpustakaan lain ke koleksi digital miliknya dan
sebaliknya. Dengan demikian peluang suatu perpustakaan untuk dapat
memenuhi kebutuhan informasi pemustaka masing-masing semakin besar.
Selain menghemat ruang bagi perpustakaan, perpustakaan digital juga
akan mengurangi konsumsi kertas yang digunakan untuk produksi buku.
Mungkin perpustakaan digital juga akan bisa mewadahi para penulis
indie
sehingga karya mereka bisa dibaca oleh banyak orang tanpa harus
diterbitkan terlebih dahulu secara konvensional tetapi tentu saja
tetap melalui proses editing.
Salt Lake City Library, USA (sumber: Wikipedia) |
Hal
negatif dari perpustakaan digital juga tidak dapat dihindari dan
masih harus dicari solusinya. Kepala layanan teknis perpustakaan di
Los Angeles, Helen Heinrich bertugas mengawasi katalog buku dan
majalah baru, dan memindahkan buku yang telah diubah secara
elektronik. Dia menjelaskan bahwa banyak universitas di Amerika
Serikat bekerja sama untuk menyimpan buku dalam bentuk asli meskipun
telah dikonversi ke bentuk digital karena jika suatu hari ada
serangan cyber dan semua data hilang dalam sekejap maka mereka
akan masih mempunyai salinannya. Mark Stover, dekan perpustakaan
Universitas California, juga mengatakan bahwa banyak file digital
tidak tersedia karena penulis atau ahli waris penulis yang memegang
hak cipta tidak mengijinkan karya mereka disebarluaskan secara
elektronik. Di Indonesia sendiri peran perpustakaan digital belum
besar di masyarakat. Pengguna perpustakaan digital masih terbatas
kepada peneliti dan akademisi. Selain itu perpustakaan digital juga
harus hati-hati, jangan sampai melanggar hak cipta penerbit dan
penulis buku.
Perkembangan
perpustakaan baik itu yang konvensional maupun digital sebenarnya tak
lepas dari para pembaca dan para pengunjungnya. Ada orang yang lebih
suka membaca versi digital melalui laptop,
PC, smartphone
atau
notebook-nya
sambil bersantai di rumah. Tetapi banyak juga yang lebih menyukai
buku konvensional karena mereka tidak merasakan sensasi membaca yang
sesungguhnya jika membaca versi digital. Belum lagi mata juga akan
cepat lelah jika memandang layar komputer berlama-lama. Seorang
mahasiswi biologi Universitas California, Lisa Ochoa, mengaku lebih
menyukai buku-buku dalam bentuk kertas seperti pendapatnya dikutip
dari artikel VOA sebagai berikut, "Saya juga suka komputer, tapi
saya lebih suka buku dan kertas."
The U.S. Library of Congress |
The U.S. Library of Congress atau Perpustakaan Kongres Amerika Serikat
selama ini dikenal sebagai perpustakaan konvensional terbesar di
dunia. Sekarang perpustakaan itu juga sedang bertransformasi untuk
menjadi perpustakaan yang mempunyai koleksi digital terbesar di
dunia. Menurut laporan VOA dalam sebuah video resminya di Youtube tertanggal 9 Oktober 2009
menginformasikan bahwa Perpustakaan Kongres sekarang mempunyai 700
terabita data tetapi karena masalah hak cipta hanya 200 terabita yang
tersedia di situs internetnya. Jumlah itu kira-kira sama dengan
sekitar 330.jam menonton TV dan sekitar 2000 buku. Di Perpustakaan
Kongres terdapat sekitar 120.000.000 buku dan 36000 feature
film. Thomas Yako, seorang senior
system engineer,
mengatakan bahwa terdapat scan lab
di sana yang dapat memindai 4 hingga 6 juta item per tahun. Dia tidak
bisa menjamin bahwa semuanya itu bisa dipublikasikan di web, tapi
kebanyakan sudah dilakukan. Mayoritas koleksi digital perpustakaan
adalah untuk alasan jaga-jaga.
Digitalisasi
Perpustakaan Kongres adalah pekerjaan yang sangat lama dan mahal. Di
sana terdapat 205 jilid dokumen Abraham Lincoln dari tahun 1800-an.
Pemindaian yang ekstra hati-hati terhadap manuskrip-manuskrip
tersebut membuat itu menjadi pekerjaan yang sangat lambat. 65 juta
manuskrip menjadi dokumen yang sangat berharga bagi perpustakaan.
James Hudson dari bagian pengelolaan manuskrip mengatakan sejak jaman
komputer berlangsung, proses penciptaan manuskrip menjadi hilang.
Kita mungkin tidak akan punya coretan-coretan awal yang asli dari
orang seperti Shakespeare atau Beethoven di masa yang akan datang
karena semuanya serba digital. Di Perpustakaan Kongres, 5 juta peta
juga didigitalkan, bentuknya banyak yang besar sehingga membutuhkan
alat pemindai yang juga besar dan untuk peta dalam bentuk buku
dibutuhkan teknologi yang lain sehingga memutuhkan banyak teknologi
dan dana. Ada 1,5 juta foto yang sudah disimpan di web yang dapat
dinikmati masyarakat luas. Tantangan terbesar bagi Perpustakaan
Kongres adalah cepatnya perubahan teknologi. Contohnya dalam
teknologi alat tempat penyimpanan data. Hal tersebut merupakan sebuah
proses yang tak akan pernah berhenti.
New York Public Library |
Melihat
kekurangan dan kelebihan dari perpustakaan digital seperti yang telah
diungkapkan di atas baik di Amerika Serikat maupun di negeri kita,
akan lebih baik jika pemerintah Indonesia tetap berusaha untuk
mengembangkan perpustakaan digital sebagai sarana memublikasikan
karya ilmiah dan sebagai penyimpanan data base aset-aset nasional,
tetapi juga pemerintah harus tetap membantu pengembangan, pengelolaan
dan pertumbuhan perpustakaan konvensional di berbagai daerah. Apakah
kita tidak iri atau malu jika melihat perpustakaan-perpustakaan di
negeri lain memiliki bangunan yang bagus, megah, bersih dan terawat
bahkan mungkin lebih indah dibanding bangunan-bangunan pemerintahan
di Indonesia?! Mungkin dengan perbaikan kondisi perpustakaan
konvensional di tanah air disertai pengembangan perpustakaan digital
seperti di Amerika akan membuat minat baca anak-anak dan rakyat
Indonesia secara umum semakin meningkat.
Comments
Post a Comment