cetak.kompas.com/read/xml/2009/11/07/1042572/ikon.kreativitas.bernama.bandung
Sabtu, 7 November 2009 | 10:42 WIB
Oleh Indah Surya Wardhani
Roda industri kreatif berputar kencang di Kota Bandung. Sejumlah komunitas kreatif muncul dengan ide dan karya segar, dari musik, desain mode, arsitektur, hingga kuliner. Kota Bandung pun mendapat julukan baru: kota kreatif.
Julukan itu boleh jadi tak berlebihan. Lihat saja, ikon kreativitas yang tersebar di penjuru kota menandai riuhnya aktivitas industri kreatif. Berdasarkan jajak pendapat Kompas melalui telepon yang menjaring 363 responden di Kota Bandung, kreativitas kota itu melekat pada tiga hal, yakni tempat, aktivitas, dan masyarakat.
Distro (distribution outlet) merupakan ikon kreativitas yang paling populer di benak responden. Hampir seperempat responden menyebut distro untuk menggambarkan iklim kreativitas di Kota Bandung. Gerai tempat memasarkan produk pakaian dan aksesorinya itu memang mudah dijumpai di setiap sudut kota. Sedikitnya terdapat 64 distro yang menjadi gerai ratusan perusahaan clothing.
Ikon yang tak kalah populer adalah anak muda. Kaum muda kreatif berusia di bawah 40 tahun memang merupakan ujung tombak penggerak usaha distro dan clothing. Ikon lain yang terkait Bandung sebagai kota kreatif adalah seni musik, yang disebut oleh dua dari 10 responden. Sejumlah grup band ternama lahir di Kota Bandung, seperti Gigi, Peterpan, Cokelat, Kuburan, dan The Changcuters.
Kuliner sebagai ikon kota kreatif disuarakan 18 persen responden. Usaha jajanan dan tempat makan yang terus berkembang itu kian mengukuhkan julukan Bandung sebagai kota kreatif. Komoditas lain yang banyak dipilih adalah musik, tas, dan kaus.
Harus diakui, industri kreatif kini sebagai salah satu penggerak perekonomian Kota Bandung. Industri yang berbasis pada talenta mencipta dan berkreasi individu ini mampu menopang 14 persen perekonomian daerah.
Upaya promosi pun terus dilakukan, antara lain oleh Bandung Creative City Forum (BCCF) yang aktif mewadahi jejaring komunitas kreatif. Sejak tahun 2008, forum ini merintis acara tahunan Helarfest. Acara itu memamerkan beragam produk kreatif dalam bentuk parade acara selama dua bulan.
Sayangnya, acara ini kurang banyak diketahui publik. Berdasarkan jajak pendapat ini, lebih dari separuh responden mengaku tidak mengetahui adanya Helarfest 2009.
Sumber kreativitas
Berkembangnya industri kreatif di Bandung diyakini bukanlah proses instan. Modernisasi yang dibawa pemerintah kolonial sejak abad ke-19 membuat masyarakat Kota Bandung berpikiran terbuka dan mudah beradaptasi dengan berbagai budaya. Berkembangnya kreativitas tidak terlepas dari peran pendidikan formal yang mengajarkan keterampilan dan keahlian secara teoretis.
Munculnya proses kreatif yang berawal dari lingkungan pergaulan diakui Hanafi Salman (33), desainer dari Mahanagari Nusantara. Baginya, lingkungan Kota Bandung dan budaya Sunda merupakan sumber inspirasi yang tidak akan pernah habis digali. “Ada tiga tema dasar dalam desain kaus Mahanagari, yakni tradisional, kolonial, dan kontemporer. Tema itu yang kami lihat ada pada Bandung,” katanya, Rabu (4/11).
Menurut Bambang Rudito, antropolog dan pengajar Sekolah Manajemen Bisnis ITB, sumber kreativitas di Kota Bandung merupakan hasil adaptasi budaya lokal terhadap modernisasi. “Bandung itu kota plural yang sejak lama menjadi orientasi mode. Banyak anak muda datang untuk belajar ke perguruan tinggi. Mereka ini yang berpotensi besar membawa ide nyleneh,” kata Bambang.
Ia menambahkan, kemampuan menggerakkan industri kreatif ditopang tiga pilar, yakni akademi, bisnis, dan pemerintah. Sinergi ketiganya merupakan modal utama industri kreatif di Kota Bandung. (Litbang Kompas)
Comments
Post a Comment