Skip to main content

CLOUD ATLAS, Our Present Influence Our Future



·         Directed by : Lana Wachowski, Tom Tykwer, Andy Wachowski

·         Produced by: Grant Hill, Stefan Arndt, Lana Wachowski, Tom Tykwer, Andy Wachowski

·       Starring: Tom Hanks, Halle Berry, Jim Broadbent, Hugo Weaving, Jim Sturgess, Doona Bae, Ben Whishaw, James D’Arcy, Hugh Grant, Keith David, Susan Sarandon

·         Music by: Tom Tykwer, Johnny Klimek, Reinhold Heil

·         Studio: Cloud Atlas Production, X-Filme Creative Pool, Anarchos Production

·         Distributed by: Warner Bros. Pictures

·       Release date(s) : September 8, 2012 (TIFF), October 26, 2012 (North America), January 9, 2013 (South Korea), February 22, 2013 (United Kingdom), March 13, 2013 (France).

·         Duration: 171 minutes

·         Language: English

·         Budget:  $102 million


Cloud Atlas, sebuah film fantasy yang bertabur bintang ini rasanya akan membuat orang-orang penasaran untuk menontonnya. Ditambah trailer filmnya cukup menggoda para pecinta film. Ternyata film Cloud Atlas ini diadaptasi dari sebuah buku yang berjudul sama karya David Mitchell yang terbit pertama kali pada tahun 2004. Film dengan durasi 171 menit ini bagi sebagian orang mungkin akan terasa sangat lama dan bahkan saya sendiri sempat merasa bosan di tengah-tengah cerita. 


Disutradarai oleh Lana Wachowski, Tom Tykwer, dan Andy Wachowski, film ini terdiri dari enam cerita yang berbeda dari enam zaman berbeda dan mempunyai enam setting tempat berbeda, tetapi mempunyai benang merah yang saling berhubungan. Para aktor di film ini memerankan beberapa peran sekaligus dan jalan cerita film yang terus berganti-ganti dari satu cerita ke cerita lainnya, cukup membuat film ini sulit untuk dicerna.

Di samudera Pasifik Selatan tahun 1849, Adam Ewing yang diperankan Jim Sturgess, adalah seorang pengacara berkebangsaan Amerika yang datang ke Catham Islands untuk mengurus bisnis ayah mertuanya, Haskell Moore (diperankan Hugo Weaving),  dengan Reverend Gilles Horrox (diperankan Hugh Grant). Dalam perjalanan mengarungi samudera itu, terjadilah berbagai intrik dengan seorang budak bernama Autua yang masuk ke kapal tanpa ijin serta dengan Dr. Henry Goose (diperankan Tom Hanks) yang mencoba meracuni Ewing.

Pada tahun 1936 di Cambridge, Inggris, hiduplah seorang Robert Frobisher (diperankan oleh Ben Whishaw). Dia adalah seorang musisi berkebangsaan Inggris dan juga seorang biseksual yang mempunyai hubungan dengan Rufus Sixsmith (James D’Arcy). Frobisher lalu pergi ke kediaman seorang komposer Vyvyan Ayrs (diperankan Jim Broadbent) untuk bekerja di sana. Dengan seiring berjalannya waktu, Frobisher memutuskan untuk membuat karyanya sendiri dan akhirnya dia berhasil membuat "The Cloud Atlas Sextet". Frobisher selalu menulis surat untuk kekasihnya Sixmith dan menceritakan semua pengalamannya. Intrik muncul saat Vyvyan Ayrs ingin merebut "The Cloud Atlas Sextet" ini dari Frobisher. Bagian cerita ini menjadi bagian cerita favorit saya karena ini adalah bagian cerita yang paling sedikit mengandung adegan kekerasan, bagian cerita yang cukup romantis, mengharukan dan ditambah iringan musik yang indah. 


                                                                   Cloud Atlas Sextet

Beralih ke tempat dan masa selanjutnya, San Francisco, California, pada tahun 1973. Seorang journalis Luisa Rey (diperankan oleh Halle Barry) bertemu dengan Rufus Sixsmith yang sudah tua yang menjadi seorang ahli nuklir. Sixsmith ingin memberitahu Rey mengenai sebuah konspirasi mengenai keselamatan sebuah reaktor nuklir baru yang dijalankan oleh Lloyd Hooks (Hugh Grant). Tapi Sixsmith dibunuh terlebih dahulu oleh Bill Smoke (Hugo Weaving), seorang pembunuh bayaran Hooks. Bagian cerita ini, konflik terjadi saat keselamatan Rey juga terancam dan dia berusaha untuk selamat dan memecahkan konspirasi itu dengan bantuan surat-surat Frobisher untuk Sixsmith dan salinan laporan Sixsmith yang diberikan oleh ilmuwan Isaac Sachs (Tom Hanks). 


Inggris, tahun 2012: Timothy Cavendish (Jim Broadbent), seorang penerbit berusia 65 tahun, mengalami perubahan dalam hidupnya ketika dia menerbitkan buku karya Dermot Hoggins (Tom Hanks), seorang gangster dan telah membunuh seorang kritikus buku. Hoggins dipenjara, tetapi rekan Hoggins mengancam hidup Cavendish dan ingin mendapatkan bagiannya dari keuntungan penjualan buku Hoggins. Cavendish meminta bantuan dari saudaranya Denholme (Hugh Grant) untuk mendapatkan sejumlah uang yang diminta rekan Hoggins. Denholme malah menjebak Cavendish dengan mengirimkannya ke sebuah panti jompo. Selain karena alasan balas dendam terhadap saudaranya yang menyebalkan itu, hal itu bermaksud untuk membantu Cavendish bersembunyi dari para pemeras. Cerita semakin seru saat berbagai kejadian lucu berlangsung di panti jompo dengan staf panti jompo yang aneh dan kasar dan rekan-rekannya sesama penghuni yang juga ingin kabur dari sana. Ini merupakan salah satu bagian cerita yang paling lucu menurut saya.

Neo Seoul (Korea), tahun 2144: Sonmi-451, sebuah rekayasa genetik (hasil kloning) adalah seorang pramusaji di sebuah restoran. Dia menceritakan bagaimana dia dibebaskan oleh komandan Hae-Joo Chang (Jim Sturgess) dari perbudakan. Hae-Joo Chang adalah seorang anggota gerakan pemberontak yang dikenal sebagai "Union". Sementara dalam persembunyiannya bersama Chang, ia melihat sebuah film berdasarkan petualangan Cavendish. Para pemberontak Union mengungkapkan padanya bahwa “orang” seperti Sonmi akan dibunuh dan di"daur ulang" menjadi makanan bagi produsen masa depan. Bagian cerita ini adalah bagian cerita yang paling aneh, paling futuristik dan agak “menakutkan”. Dengan efek visual, digambarkan keadaan kota Neo Seoul di tahun 2144 dengan segala kecanggihannya. Aneh karena Hae-Joo Chang yang diperankan Jim Sturgess “dipaksakan” menjadi orang Asia, dan sedikit menakutkan karena diperlihatkan adegan-adegan pembunuhan para hasil cloning itu. 

Bagian cerita yang lain bersetting di The Big Island (tanggal "106 musim dingin setelah Kejatuhan (The Fall)", dalam buku dikutip sebagai tahun 2321). Bagian ini menceritakan kehidupan Zachry (Tom Hanks) dengan adiknya dan keponakannya bernama Catkin dalam masyarakat primitif disebut "The Valley" setelah sebagian besar kehidupan manusia telah hancur selama "The Fall". Suku di "The Valley" itu menyembah Sonmi sebagai dewi. Zachry terkendala oleh halusinasi dari sosok yang disebut "Old Georgie" yang selalu memanipulasi dia sehingga menyerah pada rasa takutnya, membuat dia tak berdaya akan pembunuhan temannya oleh suku Kona. Desa Zachry ini dikunjungi oleh Meronym (Halle Berry), seorang anggota dari "Prescients", masyarakat yang berpegang pada sisa-sisa teknologi dari sebelum kejatuhan (The Fall). Cerita semakin menarik ketika Meronym dan Zachry pergi ke pegunungan untuk mencari Cloud Atlas, sebuah stasiun komunikasi untuk mengirim pesan ke koloni Bumi, serta saat Zachry dan Meronym berjuang menghadapi suku Kona yang sadis. Bagian cerita ini menjadi cerita yang paling sadis menurut saya karena banyak adegan kekerasan dan darah. 

Sinopsis resmi untuk film Cloud Atlas ini adalah: "Sebuah eksplorasi bagaimana aksi-aksi kehidupan individu berdampak satu sama lain di masa lalu, masa sekarang dan masa depan, seperti salah satu jiwa dibentuk dari seorang pembunuh menjadi pahlawan, dan sebuah tindakan kebaikan dapat berdampak selama berabad-abad untuk menginspirasi sebuah revolusi"

Selama empat tahun pembuatan film ini ditemui berbagai kesulitan keuangan. Akhirnya CLOUD ATLAS diproduksi dengan anggaran $ 102.000.000 yang diberikan oleh sumber-sumber independen, membuat film ini menjadi salah satu film independen paling mahal sepanjang masa. Produksi dimulai pada September 2011 di Studio Babelsberg di Potsdam-Babelsberg, Jerman.

Sebuah film yang bertabur bintang, meskipun dengan durasi yang rasanya terlalu lama, adanya berbagai adegan kekerasan dan darah yang membuat saya sempat menutup mata, serta jalan cerita yang sedikit rumit, film CLOUD ATLAS ini tetap layak dan menarik untuk ditonton, meskipun pada akhirnya tak ada kesan “Wah” dan ketagihan yang timbul di benak saya. Setidaknya film ini menyampaikan pesan-pesan baik akan cinta sejati dan kehidupan, semua perbuatan baik dan jahat yang kita lakukan sekarang, akan mempengaruhi masa depan kita, umat manusia…

  


Sebuah surat terakhir yang ditulis Robert Frobisher untuk Rufus Sixsmith, begitu romantis, tragis dan menyedihkan, namun indah… Salah satu bagian favoritku…

“Berakhir pada hiruk-pikuk ini yang mengingatkanku pada malam terakhir kita di Cambridge. Aku melihat matahari terbit terakhirku, aku menikmati rokok terakhirku. Aku tidak percaya bahwa pemandangan ini bisa lebih sempurna, sampai aku melihat topi tua itu. Jujur, Sixsmith, meskipun topi tua itu membuatmu tampak konyol, aku rasa aku tidak pernah melihat sesuatu yang lebih indah daripada ini. Aku melihatmu selama mungkin sejauh keberanianku. Bukanlah secara kebetulan ketika aku melihatmu pertama kalinya. Aku percaya bahwa dunia lain menanti kita, Sixsmith. Sebuah dunia yang lebih baik. Dan aku akan menunggumu di sana. Aku percaya bahwa kita akan mati hanya dalam waktu singkat. Temui aku di bawah bintang Korsika di mana kita berciuman untuk pertama kalinya. Milikmu selamanya. R.F.


« J’ai fini dans une frénésie qui m’a rappelé notre dernière nuit à Cambridge. J’ai vu ma dernière aube, j’ai joué de ma dernière cigarette. Je ne croyais pas que la vue pouvait être encore plus parfaite, jusqu'à ce que je voie ce vieux chapeau. Honnêtement, Sixsmith, bien que cette chose te fasse paraitre ridicule, je ne crois pas avoir jamais vu quelque chose de plus beau. Je t’ai regardé aussi longtemps que j’ai osé. Ce n’est pas par hasard que je t’ai vu le premier. Je crois qu’un autre monde nous attend, Sixsmith. Un monde meilleur. J’y attendrai. Je crois que nous ne resterons morts que très peu de temps. Retrouve-moi sous les étoiles corses ou nous nous sommes embrasses pour la première fois. A toi, éternellement. R.F. »


Penilaian pribadi saya, film ini berhak mendapat nilai 3,0 dari 5,0.

Comments

Popular posts from this blog

15 Maret 2012, Saya Sidang Skripsi dan Menjadi Sarjana!

Seminggu sebelumnya... Saya, Mela, Bunga, Sheira dan Nene (Elia) sedang jalan kaki di gerbang UNPAD hendak keluar dari kampus. Tiba-tiba Sheira teriak : « Ayy, nih telepon dari Icha ! ». Lalu saya ambil handphone Sheira dan mendengarkan suatu kabar yang sangat mengangetkan bagi saya : « Rick, jadwal sidang kita dimajuin ! Jadi tanggal 15 ! », kata Icha. Perasaan saya bercampur aduk, sangat kaget sekaligus senang ! Ketika saya lihat handphone saya, ternyata ada miss called dari Icha. Saya kaget karena dua hari sebelumnya saya pasang status di Facebook « Ya Allah, semoga Kau memberikan kado terindah untuk ulang tahun saya di tahun ini. » Saya tersadar, mungkin itulah jawaban dari Tuhan. Seharusnya saya dan Icha sidang tanggal 28 Maret tetapi dimajukan 2 minggu jadi tanggal 15. Saya lalu menyelesaikan dengan cepat semua bagian skripsi yang belum selesai seperti daftar isi, sinopsis, belum lagi ditambah revisian dari pembimbing kedua. Pada hari Jumat tanggal 9 Maret saya menyebar

Belajar dari Kesuksesan Pocari Sweat!

Siapa sih yang ga kenal Pocari Sweat ? Ya, minuman isotonik itu sekarang udah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Minuman ini adalah pelopor minuman isotonik di negara asalnya Jepang dan di Indonesia. Tau ga sih kalo ternyata Pocari Sweat itu waktu awal produksinya mengalami kegagalan dan penolakan oleh masyarakat? Gimana sih asal mula diproduksinya minuman ini? Penasaran kan? Coba deh liat video di bawah ini. Dengan alur cerita yang sederhana tapi menarik, pasti kalian bisa ngerti asal mula minuman ini tercipta sampe keberhasilannya sekarang. Kita juga bakal dapet banyak pengetahuan dari video ini.    Gimana? Dah ditonton kan videonya? Inspiratif banget ya videonya! Ga nyangka juga kan ternyata Pocari Sweat muncul dari ide "cairan infus yang bisa diminum" untuk mengganti cairan tubuh yang hilang melalui keringat ketika kita beraktivitas dan ternyata Pocari Sweat mendapatkan kesuksesan dengan cara yang ga gampang.   Hikmah yang bisa saya petik dari video itu a

Sastra Perancis UNPAD

Aku sekarang kuliah di jurusan sastra Perancis UNPAD.Mungkin kebanyakan orang berpikir sastra itu mudah...Tapi kenyataannya tidak. Ilmu dari segala ilmu adalah filsafat, setelah itu dibawahnya adalah logika, dan dibawahnya adalah sastra, setelah itu lalu cabang-cabang ilmu lainnya.Untuk mendapatkan gelar doktor di jurusan sastra sangatlah sulit, tidak semudah jurusan kedokteran, psikologi, ekonomi atau ilmu2 lainnya. Sastra tidak sekedar mempelajari bahasa, tapi lebih dari itu. Ketika aku ingin memilih jurusan untuk SPMB, aku putuskan memilih sastra Perancis UNPAD di pilihan kedua karena aku sangat ingin bisa berbahasa Perancis, bahasa yang sangat romantis dan elegan menurutku. Tapi Om ku berkata, "les aja bahasa Perancis kalo mau bisa bahasanya." tapi aku juga ingin mempelajari kebudayaan dan sejarah Perancis, sebuah negara yang punya pengaruh besar di Eropa dan dunia. Dan yang ibukotanya menjadi pusat mode dunia dan mempunyai ikon yang populer, menara Eiffel. Seka